Beberapa istilah Fumigasi


Absorbsi adalah penyerapan fumigan hingga ke bagian dalam bahan yang difumigasi. Fumigan tidak bereaksi dengan bahan yang difumigasi sehingga akan dilepas kembali.

Adsorbsi adalah penyerapan fumigan pada bagain permukaan bahan yang difumigasi. Fumigan tidak bereaksi dengan bahan yang difumigasi sehingga akan dilepas kembali.

Aerasi adalah kegiatan mengangin-anginkan suatu ruangan dan komoditas yang telah difumigasi dengan tujuan menghilangkan sisa fumigan sampai dengan batas ambang aman.

Area Berbahaya (Hazard/Risk Area) adalah daerah yang berdekatan dengan tempat/ruangan fumigasi di mana fumigan (gas yang digunakan untuk fumigasi) dapat menembus ke luar dalam konsentrasi yang membahayakan.

Dosis adalah jumlah fumigan yang digunakan untuk melakukan fumigasi. Biasanya dinyatakan sebagai berat fumigan per volume ruangan atau berat fumigan per berat komoditas, misalnya g/m3 atau g/ton.

Fitotoksin adalah sejenis racun terhadap tanaman.

Fumigan adalah pestisida yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh organisme pengganggu tumbuhan.

Fumigasi adalah tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme penggangu tumbuhan dengan menggunakan fumigan di dalam ruang yang kedap gas udara pada suhu dan tekanan tertentu.

Fumigator adalah orang yang memiliki kompetensi melaksanakan fumigasi dengan Fosfin.

Hama adalah semua jenis serangga atau binatang yang dapt merusak, menggangu kehidupan atau mengakibatkan kematian tumbuhan.

Karantina Tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya mencegah masuk dan tersebarnya organisme penggangu tumbuhan dari luar negeri dan dari satu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Konsentrasi adalah kadar fumigan dalam ruang fumigasi (enclosure) pada waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam per million (ppm)

Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa organisme penggangu tumbuhan karantina.

Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) adalah semua jenis organisme yang dapat merusak, menggangu kehidupan atau mengakibatkan kematian tumbuhan.

Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina adalah semua organisme penggangu tumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Panduan Mutu adalah suatu dokumen yang berisi kebijakan mutu, sistem mutu, pelaksanaan manajemen mutu yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan dan berfungsi sebagai acuan dalam penerapan sistem manajemen mutu. Panduan Mutu ini menguraikan unsur dan fungsi sistem tersebut

Pengguna Jasa/klien adalah orang atau badan yang adalah meminta/menggunakan jasa pelayanan fumigasi.

Perusahaan Fumigasi adalah badan usaha yang sah dan berdomisili di wilayah negara Republik Indonesia yang melakukan usaha jasa fumigasi.

Peti Kemas (Container juga Freight Cuntainer) adalah unit transportasi bestandar yang tertutup dan tahan cuaca, memiliki atap yang keras, dinding samping, dan lantai yang keras, memiliki paling tidak satu dinding yang dilengkapi pintu dan dibuat sesuai dengan tujuan untuk mengangkut berbagai macam komoditas.

Petugas Karantina Tumbuhan adalh pejabat fungsional pengendali organisme penggangu tumbuhan yang bekerja pada instansi karantina tumbuhan.

Rekaman adalah dokumen yang memberikan bukti obyektif dari kegiatan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai.

Ruang Fumigasi (Fumigation Enclosure) adalah ruang di mana fumigan dilepas selama fumigasi. Contoh : peti kemas dan ruang tertutup tarpauline sheet.

Sertifikat Fumigasi adalah suatu dokumen yang menyatakan bahwa perlakuan fumigasi telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan/standar yang ditentukan.

Sorpsi (Sorption) adalah penyerapan fumigan oleh bahan yang sedang difumigasi. Fumigan yang terserap tidak dapat dilepas kembali karena bereaksi dengan bahan yang difumigasi.

Suhu Sekitar (Ambient Temperature) adalah suhu udara sekitar tempat fumigasi (diukur dalam ruangan).

Sukseptabilitas adalah kepekaan OPT terhadap fumigan.

Tekanan Udara Normal (normal Air Pressure) adalah tekanan udara alami.

Toksisitas adalah daya racun fumigan terhadap benda selama waktu papar.

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah.

Validasi adalah evaluasi terhadap kesesuaian, fungsi dan keefektifan dari sistem manajemen mutu yang diterapkan.

Fumigasi Fosfin


Fumigasi sebagai perlakuan karantina tumbuhan bertujuan untuk membebaskan media pembawa dari organisme pengganggu tumbuhan. Sesuai dengan maksud dan tujuan penyelenggaraan kegiatan karantina tumbuhan yaitu mencegah masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan maka fumigasi sebagai perlakuan karantina harus dapat membunuh hama keseluruhan. Pemilihan jenis fumigan dalam pelaksanaan fumigasi untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan tergantung kepada organisme pengganggu tumbuhan sasaran, jumlah waktu yang tersedia, jenis komoditas yang akan difumigasi, biaya dan tingkat kesulitan aplikasi, kemungkinan reaksi dengan material lain, dan persyaratan negara tujuan. 

Dalam pelaksanaan fumigasi sebagai perlakuan karantina tumbuhan jenis fumigan yang umum digunakan adalah Metil bromida. Namun demikian, untuk komoditas tertentu seperti benih tanaman, tembakau, dan biji-bijian atau sereal, fumigasi dengan Metil bromida tidak sesuai karena dapat mengakibatkan kerusakan atau penurunan kualitas komoditas yang difumigasi. Sebagai alternatif pengganti Metil bromida, fumigan yang sering digunakan dalam pelaksanaan fumigasi terhadap komoditas tersebut adalah Fosfin. 

Selain kesesuaian terhadap jenis komoditas yang akan difumigasi, alternatif penggunakan Fosfin dalam kegiatan fumigasi untuk keperluan karantina tumbuhan banyak dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor. Hal ini karena setiap negara memiliki kewajiban untuk mengurangi pemakaian Metil bromida secara bertahap sebagaimana diatur dalam Protokol Montreal mengingat ion bromida juga diketahui sebagai zat yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. 

Pelaksanaan fumigasi dengan Fosfin berbeda dengan Metil bromida mengingat karateristik dan sifat senyawa kedua fumigan tersebut berbeda. Sejauh ini, pelaksanaan fumigasi dengan Fosfin belum diatur Badan Karantina Pertanian sebagaimana halnya fumigasi dengan Metil bromida sehingga menyulitkan Petugas Karantina Tumbuhan atau pihak ketiga sebagai pelaksana fumigasi dalam melakukan fumigasi dengan Fosfin sebagai perlakuan karantina tumbuhan.  

Karantina tumbuhan adalah upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia melalui serangkaian tindakan karantina tumbuhan. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, Pasal 10 menyebutkan bahwa tindakan karantina dilakukan oleh petugas karantina berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.

Pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 di atas selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Pasal 72 PP No. 14/2002menyebutkan bahwa pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan yaitu pemeriksaan fisik, pengasingan, pengamatan, perlakuan dan/atau pemusnahan dapat dilakukan oleh pihak ketiga di bawah pengawasan petugas karantina tumbuhan.

Persyaratan dan tatacara pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan oleh pihak ketiga diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 271/Kpts/HK.310/4/2006. Sesuai dengan Permentan tersebut maka Badan Karantina Pertanian dapat menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana tindakan perlakuan setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian atas kelengkapan persyaratan yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tindakan perlakuan.

Pemilihan Fosfin sebagai fumigan dalam pelaksanaan fumigasi sebagai salah satu alternatif bagi komoditas yang tidak direkomendasikan di fumigasi dengan menggunakan Metil bromida seperti benih, produk makanan, produk olahan, biji-bijian yang mengandung lemak dan protein tinggi. Hal ini karena selain merupakan fumigan yang sangat beracun, Fosfin relatif aman terhadap komoditas yang difumigasi. Perlakuan dengan Fosfin secara berulang-ulang relatif tidak meninggalkan residu pada komoditas. Sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk inorganic Fosfin yang diperbolehkan pada biji-bijian belum diolah 0,1mg/kg, dan 0,01mg/kg pada biji-bijian yang telah diolah. Selain itu, penggunaan Fosfin banyak dipersyaratkan oleh negara-negara tertentu karena ion Fosfin juga diketahui sebagai zat yang tidak menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon.

Fumigasi dengan menggunakan Fosfin harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimianya, serta dalam aplikasinya membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan Metil bromida. Untuk itu, yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan fumigasi dengan Fosfin adalah ketersedian waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis organisme pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran fumigasi.

Fumigasi dengan Fosfin untuk tujuan tindakan karantina dapat dilakukan terhadap :
1) Komoditas yang sebelumnya telah difumigasi dengan Metil bromida.
2) Biji-bijian yang mengandung lemak.
3) Komoditas yang dapat tercemar bila difumigasi dengan metil bromida (misalnya tepung terigu).
4) Benih, karena tidak berpengaruh terhadap daya kecambah.
5) Tersedianya waktu yang panjang (tidak kurang dari 7 hari).

Penggunaan Fosfin dihindari apabila :
1) Timbul kecenderungan masalah resistensi pada populasi serangga.
2) Suhu di bawah 10 derajat celcius karena pada suhu tersebut serangga tidak aktif.
3) Komoditas yang mengandung emas, perak dan tembaga.
4) Lokasi fumigasi sangat berdekatan dengan tempat kerja dan pemukiman.
5) Komoditas dengan kandungan air yang tinggi.
6) Tidak tersedia tenaga yang terlatih.
7) Tidak tersedia perlengkapan keselamatan kerja bagi fumigasi Fosfin yang memadai.
8) Tidak cukup waktu untuk melaksanakan fumigasi sampai selesai.

Fosfin memiliki nama kimia Hidrogen Fosfida dengan formulasi kimia PH3. Pemilihan Fosfin sebagai fumigan dalam pelaksanaan fumigasi pada produk makanan, olahan, biji-bijian dan sereal yang sensitif terhadap Metil Bromida, karena :
a. Merupakan senyawa yang sangat toksik dan memiliki penetrasi yang baik serta seragam.
b. Tidak memiliki efek aroma, warna, dan cita rasa terhadap komoditas yang difumigasi.
c. Penyerapan oleh produk rendah.

(Sumber : Badan Karantina Nasional 2007)


PERALATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK MELAKSANAKAN KEGIATAN FUMIGASI DENGAN METIL BROMIDA

PERALATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK MELAKSANAKAN KEGIATAN FUMIGASI
DENGAN METIL BROMIDA


I. ALAT PELINDUNG

1. Respirator/fullface Masker
2. Canister MB:AX
3. Kotak P3K
4. Tabung pemadam api kecil
5. Topi keselamatan
6. Pakaian kerja (wearpack)
7. SCBA (Self Containing Breath Apparatus)
8. Sarung tangan katun
9. Sepatu keselamatan (Safety shoes)

II. ALAT MONITOR GAS

10. Alat pendeteksi kebocoran gas (leak detector)
11. Alat pengukur konsentrasi gas (interferometer)
12. Selang monitor

III. ALAT APLIKASI FUMIGAN
13. Gas MB
14. Selang distribusi gas (hoses)
15. Connector (cyllinder draw)
16. T Pieces
17. Nozzles
18. Kunci Inggris
19. Obeng
20. Lembaran fumigasi (Fumigation sheet)
21. Timbangan
22. Tangga lipat
23. Sand/water snakes
24. Kipas angin
25. Masking tape
26. Thermometer
27. Pemanas (Vaporizer)
28. Seal tape
29. Penjepit (Clamp)
30. Kuas besar
31. Meteran
32. Senter
33. Tali plastik
34. Burlap
35. Lem
36. Troli
37. Gunting
38. Pisau lipat
39. Kalkulator
40. Papan teli
42. Plastic sheet bening
43. alat bantu meletakkan selang monitor

IV. ALAT PETUNJUK BAHAYA
43. Tanda awas bahaya racun
44. Hazard tape.
45. Rotary Lamp atau Illuminator

V. DOKUMEN FUMIGASI

46. Sertifikat Fumigasi (Fumigation certificate)
47. Sertifikat bebas gas (Gas clearance certificate)
48. Kartu petunjuk medis (Medical warning badge)
49. Manual Catatan Fumigasi Pribadi (Personal log books)
50. Formulir pemberitahuan pelaksanaan fumigasi

Pencegahan Reinfestasi Serangga

Pencegahan re-infestasi hama tidak semata-mata menjadi tanggung jawab perusahaan fumigasi, akan tetapi menjadi tangungjawab semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan fumigasi. Meskipun demikian, seorang fumigator dan perusahaan fumigasi yang profesional pasti tidak menghendaki apabila hasil kerjanya menjadi sia-sia akibat terjadinya reinfestasi serangga terhadap komoditas yang baru saja difumigasinya. Selain itu, reinfestasi serangga, khususnya terhadap komoditas ekspor, dapat mengakibatkan berkurangnya kepercayaan dari instansi karantina di negara tujuan atas Sertifikat Fumigasi yang diterbitkan oleh perusahaan fumigasi yang bersangkutan meskipun hal itu diakibatkan oleh suatu kondisi yang berada di luar kendalinya.

Oleh karena itu, setelah suatu kegiatan fumigasi selesai dilaksanakan, para perusahaan fumigasi hendaknya memberikan saran (advice) kepada pemilik komoditas (media pembawa) tentang hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reinfestasi serangga serta akibat/kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Kebiasaan untuk memberikan saran tersebut hendaknya dijadikan sebagai bagian dari pelaksanaan fumigasi yang baik (good fumigation practice) oleh perusahaan fumigasi.

Untuk komoditas ekspor yang dimuat dalam peti kemas, peti kemas hendaknya tidak lagi dibuka setelah difumigasi (hingga selesainya proses aerasi). Muatan peti kemas juga tidak boleh dicampur (ditambah) dengan muatan lainnya yang belum difumigasi. Bila perlu, pintu peti kemas dapat diberi segel yang hanya boleh dibuka oleh instansi karantina tumbuhan di negara tujuan untuk menghindarkan dibukanya peti kemas tersebut oleh orang-orang yang tidak berkepentingan. Untuk komoditas yang diangkut secara konvensional (tanpa menggunakan peti kemas), penempatannya di atas kapal/alat angkut lainnya agar terpisah sedemikian rupa dengan komoditas/barang-barang lainnya yang mungkin dapat menjadi sumber infestasi baru. Bila dipandang perlu, lakukan terlebih dahulu desinsektasi (penyemprotan) terhadap palka/ruangan kapal/alat angkut di mana komoditas tersebut akan dimuat. Pemilik komoditas harus memastikan bahwa penanggung jawab alat angkut memahami hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reinfestasi serangga terhadap komoditas yang telah difumigasi selama pengangkutan serta akibat-akibat yang dapat ditimbulkannya. Bila perlu, cantumkan hal ini dalam kontrak pengangkutan.

Untuk komoditas yang akan disimpan dalam waktu yang cukup lama dalam gudang, perlu disarankan agar pemilik komoditas memperhatikan kondisi dan sanitasi gudang di mana komoditas tersebut akan disimpan. Gudang harus selalu dalam keadaan bersih, kering dan sejuk. Sebelum digunakan, gudang agar dibersihkan terlebih dahulu dari barang-barang atau kotoran yang dapat menjadi sumber infestasi baru. Lakukan penyemprotan dengan pestisida yang persisten terhadap seluruh ruangan gudang untuk membasmi serangga yang mungkin terdapat di dalamnya serta membantu mencegah reinfestasi. Penyemprotan yang sama juga dapat dilakukan terhadap komoditas yang dikemas dalam karung setelah komoditas tersebut ditempatkan di dalam gudang. Sedapat mungkin, jangan tempatkan komoditas yang belum difumigasi dalam satu gudang yang sama dengan komoditas yang telah difumigasi karena hal ini mempersulit pencegahan reinfestasi serangga, khususnya jenis-jenis serangga yang mobilitasnya tinggi. Bila hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, upayakan ada jarak yang cukup dan pembatas yang memadai untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cross-contamination di antara komoditas-komoditas tersebut. Pemeriksaan secara rutin dan, bila perlu, penyemprotan sewaktu-waktu harus dilakukan terhadap komoditas yang disimpan secara tercampur dalam satu gudang.

FUMIGASI DENGAN METIL BROMIDA

Pemilihan Fumigan dengan Metil Bromida

Metil bromida adalah fumigan yang sangat beracun, tidak berwarna dan tidak berbau. Peraturan di beberapa negara mensyaratkan agar metil bromida yang digunakan dalam perlakuan fumigasi harus mengandung zat indikator, misalnya kloropikrin sebanyak 2 persen. Metil bromida mengandung kloropikrin bersifat fitotoksik terhadap tanaman hidup, bunga potong, buah segar dan sayuran serta biji-bijian. Di beberapa negara, residu kloropikrin pada bahan makanan tidak diperkenankan.

Perlakuan dengan metil bromida secara berulang-ulang dapat meninggalkan residu bromida yang melebihi batas yang diperbolehkan pada bahan makanan. Residu bromida yang tinggi pada bahan makanan dapat berakibat buruk pada kesehatan konsumen. Sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk inorganic bromide yang diperbolehkan pada bahan makanan berkisar antara 0,01-20 mg/kg, tergantung pada jenis bahan makanan tersebut.

Ion bromida juga diketahui sebagai zat yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, melalui Protokol Montreal, penggunaan metil bromida disepakati untuk dihapuskan secara bertahap. Ketentuan tentang penghapusan secara bertahap tersebut tidak berlaku bagi keperluan karantina dan pra pengapalan. Walaupun begitu, penggunaan fumigan tersebut untuk keperluan karantina dan pra pengapalan harus dilakukan sesuai dengan pelaksanaan fumigasi yang baik (good fumigation practices) untuk mengurangi emisi yang berlebihan dari fumigan tersebut ke udara.

CATATAN :

Fumigasi dengan metil bromida untuk tujuan tindakan karantina dapat dilakukan terhadap
berbagai jenis komoditas.

Penggunaan metil bromida dihindarkan apabila :

1). Komoditas yang akan difumigasi adalah benih, kecuali direkomendasikan secara
khusus.
2). Komoditas yang bersifat absorben atau bereaksi dengan metil bromida, seperti biji-bijian
dengan kadar minyak tinggi, bahan yang terbuat dari karet alam, bulu binatang, dan
mentega.
3). Lokasi fumigasi sangat berdekatan dengan tempat kerja dan pemukiman.
4). Komoditas, khususnya bahan makanan, telah difumigasi dengan metil bromida lebih
dari satu kali.
5). Tidak tersedia tenaga yang terlatih.
6). Tidak tersedia perlengkapan pelindung yang memadai.
7). Waktu untuk melaksanakan fumigasi sampai selesai tidak cukup

Pengaruh Metil Bromida Terhadap Manusia

Hal terpenting yang perlu menjadi perhatian dalam penggunaan metil bromida adalah bahwa fumigan ini sangat beracun terhadap manusia. Keracunan metil bromida dapat berakibat fatal (kematian) bagi manusia. Gejala keracunan fumigan ini sering tidak tampak sampai beberapa waktu yang cukup lama sehingga kerap tidak disadari. Tidak jarang terjadi bahwa korban tidak tertolong lagi atau pemulihan sulit dilakukan karena gejala terlambat diketahui. Oleh karena itu, ketentuan tentang keselamatan kerja perlu dipatuhi dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakan fumigasi dengan fumigan ini.

Tidak ada obat penawar yang dikenal secara khusus untuk keracunan metil bromida. Namun demikian, dilaporkan bahwa pemberian cysteine dosis tinggi secara oral dapat membantu mengurangi akibat keracunan metil bromida.
Metil bromida dapat menyebabkan :
 kerusakan pada otak, sistem syaraf dan ginjal;
 terkumpulnya cairan dalam paru-paru.
 luka dan lepuh pada kulit.

Pengaruh dari paparan (exposure) gas tergantung pada konsentrasi gas, jangka waktu dan seringnya terkena paparan. Pengaruh yang buruk dapat terjadi tidak hanya dikarenakan oleh paparan pada konsentrasi yang tinggi, tapi juga paparan terus menerus atau berulang-ulang walaupun dalam konsentrasi rendah. Batas yang direkomendasikan untuk paparan pada waktu bekerja terhadap metil bromida adalah 5 ppm (0,02 g/m3) untuk 8 jam rata-rata waktu paparan, serta 15 ppm (0,06 g/m3) untuk 10 menit rata-rata waktu paparan.

Seseorang yang terkena paparan pada konsentrasi rendah mungkin tidak akan langsung merasakan gejala apapun. Keracunan dapat terjadi pada paparan pada konsentrasi 25-120 ppm. Dalam jangka waktu yang singkat penderita akan mulai merasa kurang sehat, menderita sakit kepala, mata sakit dan merasa mual. Gejala-gejala ini dapat dikira sebagai gejala penyakit biasa sehingga kurang diperhatikan walaupun sebenarnya sangat membahayakan. Pengaruh yang lebih serius dapat terjadi karena paparan pada konsentrasi yang lebih tinggi (di atas 120 ppm). Gejala ini biasanya berupa kerusakan pada sistem syaraf, yang sering tidak langsung terlihat sampai setelah suatu jangka waktu yang cukup lama, mulai dari beberapa jam sampai kurang lebih satu hari. Gejala yang timbul ditunjukkan dengan kesulitan dalam memfokuskan mata, gangguan pembicaraan, serta sempoyongan (seperti dalam keadaan mabuk). Terkadang timbul perasaan lemah pada anggota badan, terutama kaki. Gejala ini dapat diikuti dengan ayan dan tidak sadarkan diri. Apabila hal ini sampai terjadi, penderita akan sangat sulit untuk dipulihkan. Jika penderita tetap hidup, diperlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun untuk dapat pulih kembali. Selama waktu itu, timbul perasaan depresi, kehilangan ingatan, tidak dapat tidur, lemah dan menggigil, serta dapat mengakibatkan kekurang-warasan. Paparan pada konsentrasi tinggi juga dapat mengakibatkan oedema paru-paru serta kerusakan ginjal. Kerusakan pada kulit dapat terjadi karena kontak dengan metil bromida cair atau gas dalam konsentrasi tinggi. Pakaian, sarung tangan karet, dan pembalut luka dapat ditembus oleh metil bromida, dan gas tersebut dapat tetap bersentuhan dengan kulit untuk waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan timbulnya pelepuhan. Lepuh biasanya berukuran besar, dikelilingi oleh daerah berwarna merah dan bengkak, serta memerlukan waktu lama untuk sembuh.

Hal terpenting yang perlu menjadi perhatian dalam penggunaan metil bromida adalah bahwa fumigan ini sangat beracun terhadap manusia. Keracunan metil bromida dapat berakibat fatal (kematian) bagi manusia. Gejala keracunan fumigan ini sering tidak tampak sampai beberapa waktu yang cukup lama sehingga kerap tidak disadari. Tidakjarang terjadi bahwa korban tidak tertolong lagi atau pemulihan sulit dilakukan karena gejala terlambat diketahui. Oleh karena itu, ketentuan tentang keselamatan kerja perlu dipatuhi dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakan fumigasi dengan fumigan ini.

CATATAN : Metil bromida adalah fumigan yang sangat beracun terhadap manusia.Oleh karena itu, fumigasi dengan menggunakan metil bromida hanya boleh dilakukan.